Bisnis.com, JAKARTA - Global Fashion Agenda (GFA) resmi meluncurkan Circular Fashion Partnership: Indonesia, inisiatif baru yang bertujuan untuk mendukung pemangku kepentingan dalam pembinaan industri tekstil sirkular di Indonesia. Kemitraan ini berkolaborasi dengan Rantai Tekstil Lestari (RTL) Indonesia, yang didukung oleh mitra implementasi yaitu Reverse Resources, Closed Loop Fashion, dan Circle Economy Foundation, dan dibiayai oleh H&M Foundation dan kontribusi dari sektor swasta. Para organisasi ini memanggil partisipasi dari brands, produsen, pengelola limbah, pendaur ulang, dan pemerintah untuk berpartisipasi dalam program aksi kolektif untuk menghasilkan dampak dalam skala besar.
Circular Fashion Partnership Indonesia adalah inisiatif lintas sektor yang bertujuan mengembangkan sistem sirkular fesyen dengan mengumpulkan dan mendaur ulang limbah tekstil pasca-industri. Dengan meningkatkan ketersediaan material daur ulang, program ini bermaksud untuk mengurangi penggunaan sumber daya. Program ini mempertemukan brands global, produsen lokal, pengelola limbah, dan pendaur ulang melalui kelompok diskusi dan sesi-sesi pelatihan. Upaya kolaboratif ini mempromosikan best practices, yang memungkinkan peserta untuk memandu pemangku kepentingan industri lainnya tentang prinsip-prinsip ekonomi sirkular, yang mendorong penerapan praktik berkelanjutan di seluruh industri fesyen Indonesia.
RTL sebagai Project National Lead, akan memastikan program ini disesuaikan dengan konteks lokal, yaitu melibatkan dan menguntungkan seluruh pemangku kepentingan lokal, sesuai dengan strategi pemerintah, dan terhubung dengan lembaga yang tepat untuk menjembatani kesenjangan kebijakan.
Acara peluncuran “Membangun Sistem Tekstil Sirkular di Indonesia” mempertemukan lebih dari 100 ahli dan pemangku kepentingan untuk mendiskusikan best practices dalam mengelola limbah testil, yang memastikan traceability (ketertelusuran) dan peningkatan kemampuan daur ulang domestik. Para pembicara yang berasal dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kedutaan Besar Denmark, brands ternama seperti H&M dan Adidas, dan produsen global terkemuka Indorama, membagikan pandangan mereka terhadap masa depan pengelolaan limbah tekstil di Indonesia, dengan menyoroti ambisi nasional untuk sirkularitas, tantangan pengelolaan limbah tekstil, dan inisiatif untuk mendorong kolaborasi komersial sirkular. Pada acara tersebut, the Circularity Game - platform e-learning yang digamifikasi untuk pengalaman pembelajaran, yang diluncurkan secara khusus pada tekstil sirkular di Indonesia.
Proyek ini merupakan bagian dari Global Circular Fashion Forum (GCFF), yang mempromosikan aksi global dan lokal untuk meningkatkan daur ulang limbah pasca-industri di negara manufaktur seperti Bangladesh, Kamboja, dan Vietnam.
Circular Fashion Partnership Indonesia dibangun berdasarkan keberhasilan Circular Fashion Partnership Bangladesh, yang dimulai pada tahun 2020 dan saat ini telah mencakup program percontohan untuk BESTSELLER Switch to Upstream Circularity milik UNIDO. Di Bangladesh, lebih dari 80 pabrik dilatih untuk memisahkan limbah tekstil di masing-masing pabrik dan menelusuri secara digital aliran material untuk solusi daur ulang. Hingga Juli 2024, platform Reverse Resources dapat menelusuri lebih dari 21.000 ton limbah (setara dengan sekitar 116 juta kaos), yang menghemat sekitar 140.062 ton emisi CO2. Selain itu, tujuh brands global dan 77 produsen berkomitmen untuk upaya daur ulang.
Dengan menggunakan pembelajaran dan strategi yang berhasil dari Circular Fashion Partnership Bangladesh, sembari beradaptasi dengan karakteristik unik dan konteks lokal Indonesia, Circular Fashion Partnership Indonesia bermaksud mereplikasi dan mengembangkan pencapaian ini untuk menciptakan ekonomi sirkular tekstil. Dengan rantai pasokan vertikal yang canggih dan besarnya jumlah bahan baku yang dapat didaur ulang, Indonesia siap menjadi pemimpin dalam daur ulang tekstil - Reverse Resources memperkirakan bahwa Indonesia menghasilkan 874 kiloton limbah tekstil yang dapat didaur ulang setiap tahunnya. Lebih jauh lagi, kebijakan Indonesia telah menyediakan kerangka kerja yang kondusif untuk mempromosikan manufaktur pakaian sirkular, yang didukung dengan adanya Peta Jalan menuju 2050 (Roadmap to 2050)
Holly Syrett, VP Impact Programmes & Sustainability mengatakan: “Circularity is not just recycling a product. There’s really looking at a whole system and bringing together all of different actors to redesign what the fashion industry can mean. At GFA we think the perspective and role of manufacturers and manufacturing regions need to be uplifted in the global circular economy dialogue. And that’s part of the reason that we’re here today, discussing with our local partners, textile and apparel manufacturing is crucial for driving Innovation, creating jobs, upskilling the workflows, as well as compliance with emerging circular economy and environmental mandates.”
Basrie Kamba, Ketua Umum RTL mengatakan: “Kita tidak bermimpi untuk sesuatu yang besar, tetapi kita menuju mimpi bersama. Jangan sampai kita menjadi bagian dari manusia yang mendestabilitasi planet kita, karena planet kita tidak akan membunuh lingkungan kita terlebih dahulu, melakinkan kita. Ini bukan bicara ngumpul ngumpul soal sustainable, ini benar-benar terjadi. Coba bawa ilmuwan kesini, pasti mereka akan berbicara tentang apa yang mereka khawatirkan. Kadang-kadang kami di RTL mengalami kesulitan untuk menjelaskan kenapa kita harus berbicara tentang sustainable, kenapa kita harus menghentikan bisnis linier atau business as usual. Menurut saya, mari bergabung bersama kami teman-teman manufaktur, universitas, akademisi, media, dan juga fashion designers, karena ini adalah masa depan semua orang”.
Anya Sapphira, Sustainability and Public Affair Manager, H&M Production Office Indonesia mengatakan: “Secara internal, kita menetapkan agenda kita, apa yang kita mau, ambisi kita, tetapi ini bukan hanya permasalahan satu Perusahaan, kita perlu perubahan yang sistematis di industri ini. Sehingga, bekerjasama dengan pemerintah, pemangku kepentingan, pemasok produksi memang meruapakan kunci, namun game changer-nya adalah teknologi. Itu lah mengapa H&M Group senang untuk mengikutsertakan dan berinvestasi dalam teknologi inovatif”.